Forum Glinseng Menggugat

Forum Glinseng Menggugat
Ketua Komnas HAM Ifdhal kasim, menerima Tuntutan Forum Glinseng Menggugat ( FGM )

Freedom For Glinseng

Freedom For Glinseng
Kantor Sinar Mas di Plaza BII, Thammrin, Jakarta, di Demo FGM dan WALHI

Minggu, 22 Agustus 2010

Kampung Glinseng Status Quo

KabarIndonesia - Serang, Keberadaan Warga kampung Glinseng, yang terisolir selama 20 tahun dalam kawasan Pabrik PT Indah Kiat Kragilan, Serang, setelah dipantau dan diselidiki Komnas HAM, ditetapkan sebagai lahan status Quo. Komnas Ham juga meminta keterangan Bupati Serang dalam menangani kasus Kampung Glinseng. Selain itu Bupati diminta Komnas HAM untuk menegakkan hak asasi rakyat yang dilindungi oleh Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM.  

Setelah warga Glinseng mengadukan nasibnya kepada Komnas HAM, akibat merasa terisolir dan hak-hak hidupnya dibatasi dan diganggu pihak perusahaan, setelah dilakukan pemantauan dan penyelidikan ke lapangan, Senin (20/4), akhirnya Komnas HAM, melalui suratnya bernomor 1.513/K/PMT/V/2009 tanggal 5 Mei 2009 yang dikirimkan kepada Direktur Utama PT Indah Kiat, mengeluarkan rekomendasi penetapan status quo bagi lahan kampung Glinseng.  

Lahan yang hanya tersisa 1,2 hektare dan masih dihuni sekitar 70 jiwa itu, berada tepat di tengah-tengah kawasan Pabrik PT Indah Kiat, sebuah perusahaan Transnasional pengolahan bubur kertas terbesar di Indonesia, yang berlokasi di Desa Kragilan, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Di lokasi tersebut PT Indah Kiat memiliki asset lahan seluas 500 Hektare. Dalam suratnya Komnas HAM mengartikan tanah sengketa yang direkomendasikan status quo itu tidak dapat diperjualbelikan oleh salah satu pihak, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak.
 
Komnas Ham juga meminta pihak perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan melalui upaya mediasi. Komnas HAM akan memfasilitasi forum mediasi antara perusahaan dan warga.   Perusahaan juga diminta tanggapannya terhadap surat yang dikirimkan Komnas HAM dalam tempo 30 hari setelah surat diterima dengan mencantumkan nomor surat dan agenda kasus.   Sementara Bupati Serang H. Ahmad Taufik Nuriman, oleh Komnas HAM diminta menegakkan hak-hak asasi rakyat kampung Glinseng, untuk hidup dengan bekerja dan bebas bergerak yang dilindungi oleh pasal 9, pasal 27 dan pasal 36 UU No. 39 tahun 1999.  

Komnas HAM juga mengingatkan Bupati dan DPRD Kabupaten Serang dalam suratnya bernomor 1.512/K/PMT/V/2009 tanggal 5 Mei 2009 yang ditandatangani Komisioner, Nur Kholis SH, MA, untuk memenuhi hak asasi warga kampung Glinseng.

Kewajiban pemerintah daerah tersebut ditegaskan dalam pasal 71 dan 72 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Komnas Ham juga meminta keterangan Bupati Serang terkait penanganan kasus kampung Glinseng, Firdi, salah satu staf pemantauan dan penyelidikkan komnas HAM, saat ditemui di kantornya belum lama ini membenarkan bahwa Kampung Glinseng dalam status quo yang direkomendasikan komnas HAM, perusahaan juga tidak boleh membuat tindakan yang bisa melanggar hak asasi warga kampung Glinseng karena faktanya mereka hidup di lahannya sendiri.  

“Komnas HAM mengirimkan dua surat kepada pihak perusahaan dan Bupati Serang, yang ditandatangani Nur Kholis SH, MA, sebagai komisioner. Kepada perusahaan Komnas HAM merekomendasikan status Quo. Perusahaan tidak boleh membuat tindakan apapun yang bisa melanggar hak asasi mereka, karena mereka diam dan hidup di tanahnya sendiri. Kepada Bupati Komnas juga menawarkan kesempatan untuk dilakukan mediasi,” ujar staf yang juga diterjunkan Komnas HAM, sebagai tim pemantau dan penyelidik kasus kampung Glinseng.  

Sedangkan menurut Manajer pendidikan dan Kaderisasi Walhi Eksekutif Nasional Ali Akbar mengatakan, sesuai pemantauan yang pernah dilakukan Walhi dan Komnas HAM, memang terbukti adanya sebuah pengisolasian wilayah. Surat yang dikirimkan Komnas HAM setelah melakukan tindakan pemantauan, merupakan kewenangan Komnas HAM, yang meminta pejabat berwenang untuk segera menyelesaikan masalah kampung Glinseng ini. Artinya, kata aktifis lingkungan yang terus aktif mendampingi warga kampung Glinseng ini, surat yang dikeluarkan Komnas HAM itu memang membuktikan sudah terjadi pelanggaran HAM.  

“Intinya Komnas HAM sudah meminta pejabat berwenang untuk segera menyelesaikannya.  Artinya memang sudah terjadi pelanggaran HAM,” kata Ali yang juga mantan Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu, dalam sebuah pesan singkatnya yang dikirimkan, Kamis (21/5).

Sementara menurut salah satu warga, yaitu Sukhari, warga Kampung Glinseng pernah dipaksa membuat KTPK sebagai kartu pas keluar masuk kampung dan tunduk pada aturan perusahaan. Selain itu perusahaan melarang karyawan makan dan minum di warung warga Glinseng hingga warung mereka mengalami kerugian, warga juga dilarang beternak oleh perusahaan, jika ketahuan hewan mereka akan disita. Perusahaan juga menurutnya membuat parit di sekeliling rumah mereka. Semua itu sebagai upaya pihak perusahaan mengusir warga secara perlahan.
   
“Mereka (perusahaan-pen) melarang warga beternak, melarang sopir dan karyawan makan dan minum di warung warga Glinseng, agar warga Glinseng tidak memiliki mata pencaharian dan akhirnya mau melepaskan lahannya dengan murah. Rumah kami dikelilingi parit seluruhnya, semua itu cara mengusir kami secara perlahan. Perlakuan perusahaan ini, kami adukan ke Komnas HAM,” jelasnya Rabu, (20/5) saat ditemui di rumahnya dan memberitahu jika Komnas Ham telah berkirim surat kedua instansi tersebut. Warga sendiri, baru mendapatkan tembusan surat Komnas Ham itu  pada Kamis, (14/1) melalui faksimili yang dikirim Komnas HAM.  

Menurutnya, warga kini merasa lega karena ada jaminan dari Komnas HAM, jika larangan perusahaan terhadap aktifitas warga, termasuk berdagang dan berternak,tidak berlaku bagi warga kampung Glinseng. Perusahaan menurut Sukhari seperti yang dijelaskan Komnas HAM kepadanya, peraturan perusahaan yang melarang sopir dan karyawan makan dan minum di warung warga Glinseng, dan menghambat akses warga untuk keluar masuk kampungnya dianggap tidak berlaku bagi warga Glinseng dan warga berhak menolak aturan tersebut.  

Kini Warga lanjut Sukhari, tinggal menunggu itikad baik perusahaan dan juga warga meminta kepada Bupati Serang untuk melindungi hak-hak asasi warga kampung Glinseng, seperti yang direkomendasikan Komnas HAM. Bagaimana pun, warga kampung Glinseng diakui oleh negara sebagai warga negara, dan pemerintah wajib melindungi hak asasi warga kampung Glinseng seperti yang diamanatkan Undang-undang, apalagi hingga kini, Sukhari dan puluhan warga lain sudah 20 tahun kehidupannya terpasung dalam lingkungan kapitalis yang sama sekali tidak pernah mau memperhatikan kelangsungan hidup kaum marjinal seperti warga kampung Glinseng ini. (dad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar