Forum Glinseng Menggugat

Forum Glinseng Menggugat
Ketua Komnas HAM Ifdhal kasim, menerima Tuntutan Forum Glinseng Menggugat ( FGM )

Freedom For Glinseng

Freedom For Glinseng
Kantor Sinar Mas di Plaza BII, Thammrin, Jakarta, di Demo FGM dan WALHI

Minggu, 22 Agustus 2010

WALHI Siapkan Tim Advokasi Masyarakat Kampung Glinseng

JAKARTA | Upaya warga Kampung Glinseng Desa Tegal Kirana, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang untuk mendapatlkan keadilan, direspon positif berbagai lembaga nasional. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menawarkan diri untuk terlibat secara langsung dengan menyiapkan tim advokasi untuk membela warga. Sejumlah aktifis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tertindas (AMAT) beserta perwakilan warga Kampung Glinseng mendatangi Kantor pusat Walhi, di Jalan Tegal Parang Utara, Jakarta Selatan, Kamis (22/1) lalu. Kedatangan mereka dimaksudkan untuk melakukan audiensi seputar pernyataan Walhi yang dikutip Koran Banten, pekan lalu. Dalam pemberitaan itu, disebutkan, Walhi menyatatakan Pihak PT Indah Kiat Pulp and Paper telah melakukan kejahatan lingkungan dan pelanggaran HAM serius terhadap warga Kampung Glinseng. Warga dan AMAT menganggap, pernyataan Walhi tersebut merupakan bentuk dukungan Walhi terhadap penuntasan kasus pelanggaran HAM yang dilakukan PT IKPP terhadap warga Kampung Glinseng.
Kedatangan warga dan AMAT ke kantor Walhi, diterima Direktur Eksekutif Walhi, Berry Nahdian Forqan, Kepala Departemen Penguatan Regional, Erwin Usman, Kepala Departemen Advokasi dan Jaringan, M. Teguh Surya dan Staf Monitoring Kasus, M. Ishlah. Di hadapan mereka, warga langsung menceritakan kondisi sebenarnya yang tejadi, dan kronologis pelanggaran HAM maupun kejahatan lingkungan yang dilakukan PT IKPP terhadap warga.
Jay, salah seorang mahasiswa perwakilan AMAT yang juga wakil presiden mahasiswa BEM IAIN SMHB saat diberi kesempatan Walhi untuk menjelaskan kronologis tersebut, dengan gamblang memaparkan, 70 warga kampung Glinseng yang kini terisolir PT IKPP, akibat kegigihan warga yang terus mempertahankan lahannya. Karena menurut warga, sejak lama pihak perusahaan tidak pernah mau duduk bersama mendiskusikan kesepakatan harga pembebasan lahan.
Pihak perusahaan seperti yang dijelaskan Jay, selalu berupaya menawar harga semurah mungkin yang akan mengakibatkan kerugian lebih besar di pihak warga, karena tidak akan sanggup membeli rumah dan tanah lagi kelak di tempat yang baru. Dari permasalahan itu, kemudian pihak IKPP mulai menebar teror dan intimidasi, melalui cara membuat parit di sekeliling rumah warga. Parit itu dibuat dengan kedalaman hampir 3 meter dan mengakibatkan tertutupnya akses jalan menuju perkampungan. Bahkan, karena warga letaknya lebih tinggi dari badan jalan, rumah warga menjadi rawan longsor.
“Kesannya pembuatan parit itu disengaja pihak perusahaan, untuk membuat dampak psikologis warga agar tidak betah, dan mau melepaskan lahannya dengan harga yang ditentukan perusahaan. Selain itu bentuk teror lain yang dilakukan perusahaan, dimatikannya usaha warga dengan cara melarang setiap orang yang berada dalam kawasan pabrik untuk makan dan minum di warung milik warga Glinseng. Bahkan mata pencaharian warga lainnya seperti beternak pun dilarang,” urai Jay.
Menanggapi pengaduan itu, Kepala Departemen Penguatan Regional Erwin Usaman menyatakan, Walhi merespons positif pengaduan perwakilan warga dan AMAT. Ia berjanji akan segera mengambil langkah konkrit, dengan membentuk tim advokasi untuk melakukan investigasi secara menyeluruh, atas dugaan-dugaan pelanggaran HAM, pencemaran lingkungan dan penghancuran sumber-sumber kehidupan warga yang dilakukan PT Indah Kiat. Walhi juga mendukung langkah warga, untuk mengadukan secara resmi permasalahan ini ke Komnas HAM.
“Kita dukung dan respon positif pengaduan ini, kami di Walhi akan segera membentuk tim advokasi guna melakukan investigasi. Walhi juga mendukung langkah warga untuk membuat pengaduan resmi ke Komnas HAM, peristiwa ini menambah titik terang bagi kami, bahwa industri Pulp and paper ternyata sarat masalah,” ujarnya
Sementara kata Direktur Eksekutif Walhi, Berry Nahdian Forqan, menduga kuat proses-proses pemantauan amdal oleh pihak pemerintah Kabupaten Serang, tidak dilakukan efektif sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal dan Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.
“Walhi juga menduga kuat pemantauan amdal PT IKPP, tidak sesuai PP dan Undang-undang, kami akan selidiki,” jelasnya
Walhi juga, kata Berry, menyayangkan lambannya pihak Pemkab Serang dan DPRD Kabupaten Serang merespon kasus ini. Menurutnya, tak sepantasnya pemerintah membiarkan warga menderita hampir 20 tahun tanpa adanya kepastian hukum dan perhatian dari negara. Karena, hak-hak atas tanah, air dan sumber-sumber ekonomi sosial budaya (Ekosob), mutlak harus dilindungi. Berry juga menegaskan sudah saatnya, industri pulp and paper seperti PT IKPP dilakukan Audit lingkungan.
“Tidak pantas jika pemerintah disana membiarkan warganya hampir 20 tahun mengalami penderitaan, tanpa ada kepastian hukum. Mereka para warga disana kurang mendapat perhatian dari negara,” katanya
Lebih lanjut Berry menyatakan, Walhi juga meminta aparat penegak hukum di Banten segera bertindak tegas dengan mengusut dugaan kejahatan PT IKPP, baik kejahatan lingkungan maupun tindak pidana lainnya. Walhi bersedia terlibat aktif dalam advokasi kasus PT IKPP ini, sebab hak atas lingkungan yang baik dan sehat adalah hak asasi manusia. PT. IKPP juga terlibat dalam banyak kasus lingkungan dan pelanggaran HAM (Corporate Crime) seperti di Provinsi Riau. (dad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar